Kisah percintaan klasik antara dua manusia yg dulu sering dibicarakan oleh banyak orang-orang Arab tepatnya ketika Zaman Bani Umayyah, yah romantika antara Layla & Qays (Majnun). Layla dengan kesetiaannya yg begitu mengguggah dan menggetarkan, dan Qays yg begitu mencintai Layla sepanjang hidupnya. Konon kisah ini menginspirasi William Shakespeare untuk menuliskan kisah romantika barat “Romeo & Juliet”. Dalam ranah sufi kisah Layla & Majnun, Layla menjadi simbol yg mempresentasikan “Yang Terkasih, yang rahasia dan tak tersentuh” dan Majnun mempresentasikan seorang “Pencinta”. Dalam ajaran agung para Sufi, hubungan antara pencinta dan kekasih, juga antara hamba dan Tuhan, hanya bisa terjalin melalui cinta (mahabbah).
Qays alias Majnun melihat dengan hatinya akan kecantikan Layla, sampai dia tergila-gila. Dalam kegilaan cintanya: ia tahan tidur, tahan lapar, tahan kehujanan dan kepanasan sampai goresan hidup apapun musnah di altar cintanya pada Layla. Sampai sajak-sajaknya bila didendangkan di waktu malam yang diterangi cahaya rembulan, bisa masuk dalam mimpi-mimpi Layla, dan Layla tahu itu, ada seseorang yang mencintai hatinya bukan tubuhnya. Bahkan saking kangennya, Qays si majnun itu begitu ingin menatap wajah yang sangat amat dicintainya, biar tenteram hatinya, maka suatu hari ia mendatangi dan menunggu menunggu di pintu gerbang rumah Layla itu sampai mengesampingkan waktu sudah berapa lama dia disitu. Ternyata saat pintu gerbang terbuka yang keluar bukan Layla, tetapi seekor anjing kurap, maka pada saat itu ia menggesa dengan bendendang puisi ria: Wahai Layla,betapa lama aku menunggu ingin menatap wajahmu, walau sekejab saja, aku sudah puas dan terima, namun yang keluar dari rumahmu ternyata anjing kurap ini, walau seburuk apapun anjing ini toh keluar dari rumahmu, maka akan aku cium dia, barangkali anjing ini pernah kau sentuh dengan tangan lembutmu…..
Layla walau dirinya terbentur oleh keadaan yg memaksanya untuk terpisah dengan kekasihnya, ia tetap setia dan menjaga keperawanannya sampai ia benar2 menemui kekasihnya Qays. Sering kali ia berusaha mengetahu kabar Qays yg terpisah jauh, bahkan ia begitu khawatir ketika ia mengetahui Qays berada di suatu gurun dan Qays tak pernah berubah seakan seperti ada tembok statis terhadap hatinya, bahwa setelah Allah, Muhammad, dan Orang Tua, kekasih sejatinya adalah Layla. Ia membalas kesetiaan Layla dengan kesetiaan jua. Dan ketika Layla dikurung oleh keluarganya di rumah. Mereka menjaganya dengan hati-hati dan tak memberi kesempatan Qays untuk bertemu dengannya. Rembulan itu disembunyikan dari mata pemujanya. Jalan menuju padang rumputan kini tertutup bagi seekor menjangan muda. dan apakah yg bisa dilakukan Layla???
Perempuan itu menyembunyikan kegetirannya. Hanya ketika sendirian ia membuka tirai jendelanya dan menagis tertahan-tahan. Terpisah dari kekasihnya membuat Qays menunjukkan duka laranya kepada setiap orang ketika ia tahu Layla menangis, Qays hanya bisa menyebut namanya melalui nyanyian (do’a) dimana-mana di setiap tempat dan Layla tetap setia akan penantiannya.
Kawan-kawan, metafor ini cukup kiranya menyadarkan kita akan keelokan sentuhan tanganNya, yang berwujud suami atau istri atau sepasang kekasih itu, sayangilah dia, cintailah dia, rengkuhlah dia, dekaplah dia biar hangat tubuh dan hatinya, biar tersenyum dia, maka Dia akan tersenyum kepadamu. Jangan kecewa, kalau dia kurang pandai memasak mungkin dia pandai merayumu, kalau dia kurang bisa mengurus apa-apa mungkin bisa kau pandang kecantikannya, kalau (maaf) dia kurang cantik mungkin bisa kau rasakan dahsyat apanya, hehehehe, kalau dia kurang sayang mungkin bisa kau buktikan bahwa dia sangat subur sehingga permata hatimu banyak itu, kalau dia kurang apanya tetapi ia sangat rajin dan setia dan carilah sendiri kebaikannya sampai hilang keburukannya.
Dari sinilah Kanjeng Nabi Muhammad SAW berpesan: Tidak pantas bagi lelaki yang beriman untuk meremehkan wanita yang beriman. Bila ia tidak menyukai satu perangai darinya, pasti ia puas dengan perangainya yang lain….